RETINOPATI DIABETIKA PROLIFERATIF


RETINOPATI DIABETIKA PROLIFERATIF
PENDAHULUAN
          Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan gangguan metabolisme yang luas dan kompleks. Diperkirakan 20 – 30 juta penduduk dunia menderita penyakit ini. Walaupun banyak yang telah dicapai dalam pengobatan diabetes,namun komplikasi kronik khususnya mata, ginjal, saraf perifer dan pembuluh darah perifer masih cukup banyak ditemukan.
          Komplikasi diabetes mellitus yang dapat terjadi pada mata dapat berupa retinopati, makulopati, rubeosis iridis, katarak dan glaucoma. Retinopati diabetika merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada penderita diabetes mellitus menahun. Meskipun bukan komplikasi yang mematikan tetapi bila penglihatan berkurang akan membatasi aktifitas sehari-hari sehingga produktifitas menurun dan kualitas hidup penderita menjadi rendah. Retinopati diabetika dapat menyebabkan gangguan penglihatan dari yang ringan sampai kebutaan. Di Amerika Serikat diabetes mellitus ini merupakan penyebab utama terjadinya gangguan penglihatan. Kira-kira 5000 kasus kebutaan terjadi tiap tahun akibat penyakit ini dengan ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih buruk. Kebutaan terjadi 25 kali lebih banyak pada penderita diabetik dibanding bukan diabetik.
          Retinopati diabetika dibagi atas retinopati diabetika nonproliferatif dan retinopati diabetika proliferatif. Menurut Juwita R prevalensi retinopati diabetika proliferatif di Palembang sebesar 1.36%, lebih kecil dari prevalensi retinopati diabetika proliferatif di Amerika sebesar 5%.
          Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus retinopati diabetika proliferatif. Masalahnya adalah terdapat banyak diabetes mellitus dengan komplikasi retinopati diabetika, namun yang jenis proliferatif masih jarang ditemukan. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui komplikasi diabetes mellitus pada retina yang didapat pada seorang penderita muda, dan bagaimana penanganannya untuk mencegah terjadinya kebutaan.


LAPORAN KASUS
          Seorang penderita wanita, umur 41 tahun, agama Kristen, dengan riwayat diabetes mellitus sejak 6 tahun yang lalu. Kurang lebih 2 tahun yang lalu penderita mulai merasakan keluhan mata kabur terutama pada mata kiri. Keluhan ini dialami oleh penderita secara perlahan-lahan, akan tetapi kira-kira 3 bulan terakhir ini penglihatannya terasa menurun sekali. Tidak disertai nyeri ataupun mata merah. Karena keluhan ini maka penderita datang ke bagian mata. Penderita tidak control secara teratur tentang penyakit gulanya. Diketahui gula darah penderita tertinggi sekitar 500 mg/dl. Dan gula darah terakhir adalah 487 mg/dl. Riwayat darah tinggi disangkal penderita, dan dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.
          Secara umum tampak bentuk wajah simetris, tekanan darah penderita 120/80 mmHg, kekuatan otot tangan dan kaki normal. Keadaan organ lain dalam batas normal. Status psikiatrik dalam keadaan baik.
          Pada pemeriksaan khusus oftalmikus yang meliputi pemeriksaan obyektif yaitu meliputi bagian luar dan segmen anterior bola mata. Pada inspeksi umum ditemukan posisi bola mata dalam batas normal, silia dan supersilia bentuk teratur, palpebra kesan baik, fisura palpebra relative lebar, mata tidak kemerahan, tidak fotofobia dan tidak lakrimasi. Pada inspeksi khusus ditemukan apparatus lakrimalis, konjungtiva palpebra/bulbi/forniks dan gerakan bola mata dalam batas-batas normal. Kedua pupil berbentuk bulat, isokor dengan diameter kira-kira 3 mm dan refleks cahaya baik. Kornea jernih, sclera, iris serta COA dalam batas-batas normal juga. Pemeriksaan dengan slit lamp tampak vakuola-vakuola, kekeruhan subkapsuler posterior kapsula lentis, yang paling jelas terlihat pada mata kiri. Pada palpasi tidak ditemukan keluhan nyeri, tidak teraba tumor, tekanan intraokuler mata kanan dan kiri 14,6 mmHg.
          Pemeriksaan funduscopy terlihat refleks fundus nonuniform, papil bulat, batas tegas, warna vital, pada retina terlihat hard exudat, perdarahan bintik, perdarahan bercak, venous beading, cotton wool spots, IRMA, dan pada mata kiri tampak adanya jaringan ikat (fibrous retinitis proliferans), macula: terdapat hard exudat, foveal refleks (-).
          Pemeriksaan subyektif ketajaman penglihatan dengan optotype snellen ditemukan mata kanan 6/50gc, mata kiri 1/300gc, pinhole tidak ada kemajuan.
          Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan di atas tadi maka penderita ini didiagnosa sebagai Retinopati Diabetika Proliferatif ODS dan Katarak Diabetika ODS dan Makulopati ODS. Diberikan terapi oral anti diabetika dari bagian penyakit dalam. Kemudian dilakukan tindakan laser fotokoagulasi panretinal pada mata kanan.
DISKUSI
          Retinopati diabetika merupakan salah satu komplikasi penyakit diabetes mellitus pada yang paling sering ditemukan dan berpotensi menyebabkan kebutaan. Retinopati diabetika ini adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil, biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif, dan diklasifikasikan sebagai:
-          Retinopati diabetika nonproliferatif / retinopati background
-          Retinopati diabetika proliferatif.
Makulopati diabetika yang berupa makulopati eksudatif, edema macula dan makulopati iskemik dapat ditemukan pada setiap tingkatan retinopati diabetika.
          Gambaran klinis retinopati diabetika nonproliferatid berupa mikroaneurisma yang merupakan tonjolan-tonjolan kecil bulat pada kapiler. Pada vena terlihat mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, venous beading. Dapat dilihat berbagai macam perdarahan, baik berbentuk bintik (dot hemorrhages) maupun berbentuk bercak (blot hemorrhages). Kapiler-kapiler yang bocor mengakibatkan edema retina terutama di macula, sehingga retina menebal dan terlihat berawan. Walaupun cairan serosa diserap, masih akan tetap ada presipitat lipid kekuning-kuningan dalam bentuk eksudat keras (hard exudate). Jika fovea menjadi edema atau iskemik atau terdapat hard exudates, maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai derajat tertentu. Dengan bertambahnya progresinya sumbatan mikrovaskuler, gejala iskemik mungkin menjadi lebih hebat yaitu ditandai adanya sejumlah bercak mirip kapas (cotton wool spots) atau soft exudate. Sedangkan pada retinopati diabetika proliferatif dengan adanya iskemik retina yang progresif maka merangsang terbentuknya pembuluh-pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang rapuh baik intra retinal dan pre retinal sehingga dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah banyak.Neovaskularisasi ini dapat berproliferasi di permukaan posterior korpus vitreus dan terangkat bila korpus vitreus berkontraksi dan terlepas dari retina. Perdarahan yang berasal dari pembuluh darah ini bisa menyebabkan perdarahan korpus vitreus yang massif. Neovaskularisasi yang terangkat ini mengalami perubahan fibrosa membentuk fibrous retinitis proliferans yang bisa menarik retina sehingga dapat terjadi retinal detachment.
          Penderita ini kami diagnosa sebagai retinopati diabetika proliferatif didasarkan atas adanya riwayat sakit diabetes pada penderita ini yang sudah berlangsung sejak 6 tahun yang lalu, dengan gula darah yang tidak terkontrol (gula darah terakhir adalah 487 mg/dl). Selain itu pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gejala-gejala klinis berupa hard exudates, perdarahan bintik, perdarahan bercak, venous beading, IRMA (Intra-retinal microvascular abnormalities), cotton wool spots, neovaskularisasi intra retinal dan pre retinal, juga jelas terdapat fibrous retinitis proliferans pada mata kiri penderita ini. 
          Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya retinopati diabetika yaitu antara lain lamanya diabetes mellitus, dimana lebih lama diabetes diderita, lebih besar kemungkinan timbulnya retinopati daibetika. Dikatakan setelah 7 tahun menderita diabetes, maka 50% penderita akan mengalami retinopati diabetika. Selain itu, factor lain yang dapat mempengaruhi terjadi retinopati diabetika ini adalah control terhadap diabetes mellitusnya. Pengawasan yang baik mengurangi frekuensi atau memperlambat timbulnya retinopati diabetika. Terutama bila pengawasan yang baik ini dilaksanakan pada tahun-tahun pertama membawa pengaruh baik yang lebih besar lagi. Dari hasil penelitian ternyata bahwa frekuensi retinopati pada penderita diabetes dengan pengawasan yang baik yaitu 36 – 38%, sedangkan penderita yang tidak mendapat pengawasan yang baik 50- 60%. Dari hasil anamnesa terhadap penderita ini diketahui bahwa penderita ini diketahui menderita diabetes mellitus sudah 6 tahun dan selama ini tidak control teratur.
          Retinopati diabetika proliferatif merupakan indikasi untuk dilakukan argon laser fotokoagulasi panretinal. Fotokoagulasi ini bertujuan agar terjadi regresi jaringan neovaskularisasi yang ada dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perdarahan korpus vitreus yang massif dan retinal detachment, dan malahan pada beberapa kasus neovaskularisasinya menghilang. Pada retinopati diabetika proliferatif yang lanjut dengan jaringan fibrous atau sudah dengan komplikasi perdarahan vitreus dan retinal detachment dianjurkan untuk dilakukan vitrektomi. Penderita ini sudah dilakukan fotokoagulasi laser panretinal pada mata kanannya. Mata kiri penderita karena sudah terdapat jaringan ikat maka dianjurkan untuk dilakukan vitrektomi.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Anatomi Fisiologi sistem perkemihan

Riset Keperawatan Hipotesa