Mahasiswa Sebagai (Agen Of Change)

Mahasiswa Sebagai (Agen Perubahan)

Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini banyak dilupakan oleh kalangan akademisi adalah pembicaraan tentang cendekiawan. “Layaknya kue yang kadaluarsa” begitulah kiranya perumpamaan yang pantas untuk para cendekiawan saat ini.
Cendikiawan ialah orang yang karena pendidikannya, baik formal, informal, maupun non formal, mempunyai perilaku cendikia. Kecendikiaan ini tercermin dalam kemampuannya menatap, menafsirkan dan merespons lingkungan hidupnya dengan sifat dan sikap kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab. Karena sifat dan sikap tersebut, cendikiawan mempunyai wawasan dan pandangan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Mengkaji hubungan  mahasiswa sebagai cendekiawan muda dengan masyarakat, setidaknya  dapat diajukan dua macam alir komunikasi, yaitu alir-turun dan alir-naik. Alir-turun digambarkan dengan model pendekatan  piramida sosiologi (Ali Syariati), dimana mahasiswa mempunyai peran sebagai jembatan ide antara pemeritah dengan masyarakat luas atau yang menempati sebagian besar bidang piramid bagian bawah. Tugas mahasiswa sebagai cedekiawan muda  dengan demikian ialah menerjemahkan pandangan-pandangan para pemangku kekauasaan dalam hal ini pemerintah kepada masyarakat, merumuskan ide-ide ke dalam konsep-konsep yang lebih dipahami oleh masyarakat. Dengan demikian mahasiswa dituntut mempunyai kemampuan “bahasa terjemahan” yang sederhana, operasional dan mudah dimengerti oleh masyarakat bawah (awam).
Namun tidak sedikit ide-ide atau konsep yang mereka tawarkan begitu canggih, tidak komunikatif, sulit difahami masyarakat, atau bahkan membingungkan. Istilah-istilah yang digunakan amat intelektual dan elitis lebih digemari sebagian cendikiawan dalam berkomunikasi dengan masyarakat, yang hanya menimbulkan ketakjuban atau keheranan saja tanpa mereka mengerti maksudnya.
Alir-naik yang dimaksud ialah sebagai jembatan penyampai aspirasi dan kehendak rakyat kepada para pemimpin atau penguasa. Atau, meminjam istilah Bung Karno, sebagai penyambung lidah rakyat kepada pemerintah. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh para cendekiawan, karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya dan lemahnya jembatan alir-naik konvensional yang ada (lembaga perwakilan) dalam mengakomodasikan kepentingan masyarakat.
Uraian diatas mengingatkan kita pada tiga hal. Pertama, cendekiawan muda perlu lebih mengoperasionalkan ide-ide dan konsep-konsep mereka agar komunikatif dengan masyarakat, tanpa mengurangai ketajaman analisa dan pandangan jauh kedepan. Kedua, cendekiawan muda perlu menghindarkan diri menjadi elit intelektual, serta harus mampu menerobos jarak kultural mereka terhadap masyarakat. Mereka harus lebih dekat dengan masyarakat, baik dekat secara fisik maupun dekat dalam memahami dan mengangkat aspirasi masyarakat. Ketiga, cendekiawan muda perlu mengadakan semacam “pemihakan”, yaitu bahwa sikap dan pemikiran mereka harus lebih orientasi kebawah, kepada masyarakat yang terbelakang, yang mengalami defisiensi ekonemi, pendidikan, dan sosial, yang keseharian mereka bergelimangan dengan permasalahan kehidupan yang tak kunjung usai. Mahasiswa sebagai cendekiawan mudah harus lebih banyak “menunduk” daripada “menengadah”.
Banyak kalangan yang gemar membicarakan masalah ekonomi, politik, Pendidikan dan tokoh-tokohnya, pencapaian, dan lain sebagainya. Namun ironis ketika kepadanya dihadapkan tentang cendekiawan. pasalnya semua cendekiawan itu sama, yaitu mereka yang menanggalkan baju kecendikaannya dan berganti menjadi seorang politikus atau politik praktis. Pernyataan seperti itu seharusnya perlu diluruskan agar para cendekiawan mempunyai tempat yang layak di hati masyarakat dan mampu membimbing menuju masyarakat yang madani.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwasannya saat ini banyak kalangan cendekiawan yang terjun kedunia politik. Ada sebagian mereka yang menanggalkan keseluruhan pakaian cendekianya dan ada sebagian yang masih bisa menempatkan kapan saat mereka menjadi seorang politikus dan kapan saat mereka menjadi seorang cendekiawan.
Mahasiswa masa kini sebagai estafet tonggak perubahan Masyarakat. Mahasiswa adalah pemegang mimpi-mimpi besar untuk mencapai peradaban yang tinggi. Dan Sampai kapanpun perjuangan Mahasiswa tidak akan  pernah berakhir.
Sampai saat ini, mahasiswa  masih eksis sebagai pelopor perubahan, perubahan sistem, perubahan kehidupan bangsa. Sejarah mencatat, mahasiswa mulai menunjukkan  perannya dalam Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi (1945), Orde Baru (1966), dan Reformasi (1998).
 Hal seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh para mahasiswa dengan sikap kritis dan idealisnya mempertahankan hak-hak Masyarakat  karena Tidak dapat dipungkiri Masyarakat  selalu membutuhkan inovasi-inovasi baru untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang juga semakin berkembang menuntut suatu perubahan. 

Oleh karena itu, saat ini diperlukan revitalisasi mahasiswa sebagai solusi permasalahan masyarakat  dan perubahan. Karena pada dasarnya mahasiswa adalah sebagai agen perubahan. Perubahan berada ditangan pemuda (mahasiswa) karena dengan pemikiran-pemikirannya yang selalu inovatif, penuh akan ide dan tidak mudah berhenti sebelum mencapai titik optimum. Dan disetiap langkah mahasiswa akan didasari dengan ketulusan dan keikhlasan untuk Masyarakat , 

Ut Omnes Unum Sint

Syalom..!
 

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Anatomi Fisiologi sistem perkemihan

Anatomi dan Fisiologi Muskuloskeletal