LAPORAN PENDAHULUAN Respiratory Distress Syndrom (RDS)


LAPORAN PENDAHULUAN RDS

1.        DEFENISI
Respiratory Distress Syndrom (RDS) adalah kegagalan napas dalam fase akut ditandai dengan adanya hipoksia, infitrasi difusi pada gambaran foto thoraks, dan tanda kegagalan pompa jantung atau edema pulmonal (Ryoichi Ochiai, 2015).
RDS adalah adanya onset gejala kegagalan napas yang ditunjukkan dengan perubahan gambaran radiografi, edema paru dan ditandai dengan perlunya bantuan pernapasan mekanik tekanan positif pada kategori PaO2/FiO2 200-300 atau bahkan PaO2/FiO2 ≤ 100 jika berat (Harman, M. et al., 2017).
Respiratory Distress Syndrom (RDS) bukan merupakan penyakit tetapi disfungsi pernapasan berat yang ditandai dengan kadar oksigen arteri (PaO2) < 50 mmHg dan kadar karbon dioksida darah arteri (PCO2) > 50 mmHg, yang bisa disebabkan ketidakadekuatan ventilasi aveolar (hipoventilasi), gangguan pertukaran gas, atau mismatch ventilasi-perfusi yang berat (LeMone, et all., 2015).

2.        ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi pernapasan terdiri atas saluran pernapasan atas (rongga hidung, sinus paranasal dan faring) dan saluran pernapasan bawah (laring, trakea, bronkus dan alveoli). Saluran pernafasan yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, laring, trakea, brinkus dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, berisilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung sedangkan partikel halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior  ke dalam rongga hidung dan ke suporior didalam sistem pernafasan menuju faring. Dari sini partikel halus akan tertekan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. laring terletak di antara faring dan trakea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas keempat atau kelima dan berakhir di vertebra servikalis ruas keenam. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang  dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian saluran pernapasan atas dan bawah. Pada waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun ada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampai glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur  trakea dn bronkus digambarkan dengan sebuah pohon dan karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang rawan di daerah itu tidak sempurna dan letaknya tepat didepan esofagus. Akibatnya, jika suatu pipa endotrakea (ET) dimasukkan selama ventilasi mekanik, dapat timbul erosi di posterior membran tersebut dan membentuk fistula trakeoesofangeal. Erosi bagian anterior menembus cincin tulang rawan dapat juga timbul tetapi tidak sering. Pembengkakan dan kerupasan pita suara juga merupakan komplikasi dari pemakaian pipa  endotrakea. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan yang disebut karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai keterlibatan klinis yang penting. Satu pipa endotrakea yang telah dipasang untuk menjamin patensi jalan udara akan mudah meluncur kebawah, ke bronkus utama kanan, jika pipa tidak tertahan dengan baik pada mulut atau hidung. Jika terjadi hal demikian, udara tidak dapat memasuki paru kiri dan akan menyebabkan kolaps paru (atelektasis). Namun demikian, arah bronkus kanan yang hampir vertikal tersebut memudahkan untuk masuknya kateter dalam penghisapan yang dalam. Selain itu benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan brnkus kanan karena arahnya vertikal.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus sampai menjadi bronkus yang ukurannya kecil sampai ahirnya menjadi bronkus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli. Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena fungsi utamanya adlah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus (lobus primer) yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya, duktus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus, saktus alveolaris terminalis yaitu struktur akhir paru. Alveolus (dalam kelompok sakus alveolaris menyerupai anggur yang membentuk sakus terminalis) dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis (septum). Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori khon.
Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar yaitu pneumosit tipe I merupakan lapisan tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, pneumosit tipe II yaitu yang bertanggung jawab atas sekresi surfaktan. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukaan yang cendurung mencegah pengembangan saat inspirasi dan cendurung kolpas pada saat ekspirasi. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein (surfaktan) sehingga mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolpas pada saat ekspirasi.
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks da dasr. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan elastis dikenal sebagai pleura, emalpisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Diantara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pluera yang berfungsi memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru, yang digambarkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca ini dapat bergeseran satu sama lain tetapi sulit dipisahkan.
Hal yang sama juga berlaku pada cairan pleura di antara paru dan toraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura viseral sehingga apa yang disebut sebagai rongga plura atau kaitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, udara atau cairan dapat masuk kedalam rongga pleura dan menyebabkan paru tertekan atau kolaps. Tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal adalah jaringan elastis, kekuatan osmotik dan pompa limfatik.
Paru mempunyai dua sumber suplai darah dari arteria bronkialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuahn metabolisme jaringan paru. Arteria bronkialis berasa dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar mengalirkan darahnya kedalam azigos yang kemudian bermuara pada vena kava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengaliran darah ke vena pulmonalis. Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru yaitu darah yang mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jaringan kapiler paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Drah teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.
Otot polos terdapat pada takea hingga bronkiolus terminalis dan dikontrol oleh sistem saraf otonom. Persarafan parasimpatis memberikan tonus bronkokonstriktor pada jalan napas. Rangsangan parasimpatis menyebabkan bronkokonstriktor dan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. Rangsangan simpatis terutama ditimbulkan oleh epineprin melalui reseptor-reseptor adrenergik beta dan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, bronkodilasi dan berkurangnya sekresi bronkus. Stimulasi serat saraf ini terletak pada nervus vagus dan menyebabkan bronkodilasi dan neurotransmiter yang digunakan adalah nitrogen oksid. Reseptor-reseptor jalan napas bereaksi terhadap iritan-iritan mekanik ataupun kimia yang dapat menimbulkan masukan sensoris melalui jaras vagus aferen dan dapat menyebabkan bronkokonstriksi, peningkatan sekresi mukus dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Pemahaman tentang pengontrolan saraf jalan napas berperan penting dalam pemahaman patofisiologi asma dan farmakoterapinya.
Mekanisme pertahanan fungsi pernapasan meliputi penyaringan udara, pembersihan mukosiliaris, refleks batuk, fefleks menelan dan refleks muntah, refleks bronkokonstriksi, makrofag alveolus dan ventilasi kolateral.
a.         Penyaringan udara: bulu hidung menyaring partikel berukuran < 5 µm sehingga partikel tersebut tidak dapat mencapai alveolus dan udara ang mengalir melalui nasofaring sangat turbulen sehingga partikel yang lebih kecil akan terperangkap dalam sekresi nasofaring.
b.         Pembersihan mukosiliaris: dibawah laring eksalator mukosiliatis akan menjebak partikel-partikel debu yag terinhalasi dan berukuran lebih kecil serta bakteri yang melewati hidung, mukus akan terus menerus membawa partikel dan bakteri tersebut ke atas sehingga bisa ditelan atau dibatukkan; gerakan siliaris dihalangi oleh keadaan dehidrasi, konsentrasi O2 yang tinggi, merokok, infeksi, obat anastesi dan meminum etil alkohol.
c.         Refleks batuk: refleks pertahanan bekerja membersihkan jalan napas dengan menggunakan tekanan tinggi, udara yang mengalir dengan kecepatan tinggi; yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliatis bila mekanisme ini kerja berlebihan atau tidak efektif; dibawah tingkat segmen pohon bronkial, refleks batuk menjadi tidak efetif, sehingga diperlukan kerja mukosiliaris atau drainase postural.
d.        Refleks menelan dan refleks muntah: mencegah masukanya makanan atau cairan kesaluran pernapasan.
e.         Refleks bronkokonstriksi: respon untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar, seperti debu atau serosol, beberapa penderita asma memiliki jalan napas hipersensitif yang akan berkontraksi setelah menghirup udara dingin, parfum atau bau menyengat.
f.          Makrofag alveolus: pertahanan utama pada tingkat alveolus; bakteri dan partikel-partikel debu difagosit; kerja makrofag dihambat oleh merokok, infeksi virus, kortikosteroid dan beberapa penyakit kronik.
g.         Ventilasi kolateral: melalui pori-pori khon yang dibantu oleh napas dalam, mencegah atelektasis.
Proses fisiologi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
a.         Ventilasi yaitu masuknya campuran gas kedalam dan keluar paru.
b.         Transportasi yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru dan antara darah sistemik dan sel sel jaringan, distribsi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus, reaksi kimia dan fisik dari O2  dan CO2
c.         Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.

(Price & Wilson, 2005; Muttaqin, 2008)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Makalah Anatomi Fisiologi sistem perkemihan

Riset Keperawatan Hipotesa